Selasa, 29 Juli 2008

Kelemahan Ujian Nasional

Evaluasi Hasil Belajar
Berbagai Kelemahan (Rencana)Pelaksanaan Ujian Nasional 2007
M Basuki Sugita
Meski terus mendapat protes berbagai elemen masyarakat, pemerintah tetapbersikukuh melaksanakan ujian nasional tahun pelajaran 2006/2007.Pemerintah bahkan telah menerbitkan Peraturan Mendiknas Nomor 45 Tahun2006 tentang UN 2006/2007 dan Standar Kompetensi Lulusan. Hal teknisdiatur pada Prosedur Operasi Standar UN.Guna meminimalkan protes tentang UN, pemerintah melalui DepartemenPendidikan Nasional berupaya merebut hati masyarakat luas. Salah satuupaya adalah menukar jadwal UN dan jadwal ujian sekolah (US). UNdilaksanakan April 2007, sementara US digeser ke Mei 2007. Diharapkannanti muncul anggapan bahwa US juga penting seperti halnya UN. Selain itu,disebutkan bahwa kelulusan siswa ditentukan sekolah, bukan lagipemerintah. Apakah strategi Depdiknas ini berhasil?Mempelajari isi Peraturan Mendiknas No 45/2006 sebagai payung hukum UN2006/2007, ada sejumlah kelemahan yang berpotensi merugikan kepentingananak didik peserta UN. Satu hal yang harus diingat, sebaik apa punperaturan dibuat, semua bergantung pelaksana di lapangan. Dalam kasus ini,UN sangat bergantung kesiapan dan kesigapan guru. Dan, persoalan inijustru dilupakan Depdiknas.Kelemahan pertama menyangkut jadwal UN. Pergeseran jadwal UN berimplikasi luas karena baru diumumkan medio November 2006. Praktis sejak itu rencana kerja setahun guru kelas IX (tingkat SMP sederajat) dan kelas XII (tingkat SMA sederajat) menjadi berantakan.Perencanaan sekolah kabupaten/kota tentang kapan materi pembelajaransemester II diakhiri dilanjutkan waktu uji coba UN terpaksa dikaji ulang.Intinya, sejak Desember lalu setiap guru, sekolah, dan dinas pendidikankabupaten/kota kembali menyusun jadwal rencana kerja baru. Ini bukanmasalah gampang.Korban lain dari pergeseran jadwal UN menimpa siswa calon peserta UN.Misalkan di Jawa Tengah, mereka tetap harus masuk sekolah saat libursemester I lalu (15-27 Januari 2007). Semua demi mengejar prestasi UN.Pasalnya, kalender pendidikan di Jawa Tengah tidak berubah, bahwa semesterII dimulai 29 Januari 2007. Kantor dinas pendidikan setempat telahmengimbau pihak sekolah untuk memaksimalkan hari libur. Padahal, libursekolah adalah hak setiap siswa. Dan, hak itu sengaja dirampas demi UN.Kelemahan kedua, menyangkut hubungan jadwal dan kriteria kelulusan. Meskinanti (katanya) kelulusan siswa ditentukan sekolah, hasil UN masih sangatberpengaruh. Dari empat kriteria kelulusan, keharusan siswa lulus UN tetapmenjadi yang utama. Artinya, nilai UN harus bisa dipenuhi dulu jika siswaingin lulus.Ini jelas tidak adil karena saat siswa mengerjakan ujian sekolah dan ujianpraktik sekitar pertengahan atau akhir Mei, nasib mereka sebenarnya sudahdapat dipastikan. Minimal dua minggu setelah ujian, hasil komputerisasi UNsudah tercetak meski kemungkinan besar hasil UN itu belum dibagikan kesekolah. Bagi siswa yang kebetulan tidak lulus karena terganjal nilai UN,ini jelas menusuk perasaan mereka. Kalau sudah diketahui lebih dulu gagallulus karena UN, sebenarnya mereka tidak perlu ikut US. Buang-buangtenaga, waktu, biaya, dan pikiran saja.Kelemahan ketiga, menyangkut standar kompetensi lulusan (SKL). PadaPeraturan Mendiknas No 45/2006, Pasal 8 Ayat (2) ditulis, SKL UN-2007merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/subpokok bahasanKurikulum 1994, standar kompetensi dan kompetensi dasar pada Kurikulum2004, dan Standar Isi. Artinya, tidak semua materi yang pernah dipelajarisiswa nanti akan diujikan di UN. Atau, lebih parah lagi, banyak sekolahmengambil kebijakan pintas tidak memberikan materi pembelajaran kepadasiswa yang sekiranya materi tersebut tidak keluar dalam UN kelak.Sebagai contoh, SKL UN 2006/2007 mata pelajaran Matematika tingkat SMP.Kurikulum 2004 untuk Matematika, materi kelas IX semester II terdiri dari4 bab, yaitu pangkat tak sebenarnya, logaritma, pola bilangan, danpersamaan kuadrat. Dari 4 bab tersebut, hanya materi pola bilangan yangmasuk SKL UN 2006/2007. Berarti, tiga materi lain—pangkat tak sebenarnya,logaritma, dan persamaan kuadrat—hampir dipastikan tidak keluar di UNmendatang.Mengingat semester II baru berjalan, banyak sekolah kemudian mengambiljalan pintas. Materi pelajaran Matematika semester II hanya tentang polabilangan. Tiga materi lain "dibuang" dengan alasan buang-buang waktu. Jamyang ada kemudian digunakan mengulang materi kelas VII dan VIII.Apakah kebijakan jalan pintas ini salah? Dari sisi edukasi, sekolah jelasmengabaikan hak siswa mendapat pembelajaran secara utuh. Akan tetapi, darisisi kepraktisan, kebijakan sekolah itu masuk akal sebab kalau keempat babdiajarkan semua, materi pembelajaran baru selesai awal April. Padahal,minggu ketiga April siswa sudah UN. Lantas, kapan siswa harus mengulangmateri kelas sebelumnya?Kelemahan keempat, menyangkut kriteria kelulusan (nomor 2 dari empatpersyaratan) yang berbunyi, "memperoleh nilai baik pada penilaian akhiruntuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlakmulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompokmata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dankesehatan".Nilai baik di sini rancu dan membingungkan. Kriteria nilai baik untukKurikulum 2004 (dikenal pula dengan sebutan Kurikulum BerbasisKompetensi/KBK) dan Kurikulum 2006 (kini populer dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) adalah kisaran nilai antara 71 hingga 80 (dua digit). Sementara Kurikulum 1994 nilai baik adalah 8 (satu digit). Kebijakan ini akan menguntungkan siswa yang berlatar belakang Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006. Sebab, untuk mendapat minimal nilai baik, ada 10 kemungkinan penilaian (71-80). Sementara peserta UN dari Kurikulum 1994 minimal nilai baik hanya satu kemungkinan, yakni nilai 8.Kerancuan ini terjadi karena untuk UN 2006/2007 Depdiknas tidakmensyaratkan pendaftaran kurikulum yang dipakai setiap sekolah. Pemegangotoritas pendidikan nasional ini langsung main "tubruk", menyamaratakanKurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan Kurikulum 2006.Dari uraian di atas, satu hal bisa dipetik sebagai pelajaran berharga:Depdiknas tidak pernah mau belajar dari sejarah. Kinerja grobyaganditandai dengan pergeseran jadwal UN di tengah tahun pelajaran telahmembuat kalang kabut kalangan akar rumput. Kalau ingin UN diterimamasyarakat luas secara maksimal, ke depan, Depdiknas perlu merancangberbagai aturan yang bisa meminimalkan kerugian pihak lain. Tanpa itusemua, kebijakan UN selalu mengundang kontroversi....M Basuki Sugita Kepala SMP Keluarga Kudus, Jawa Tengah
Sumber : Kompas Senin, 05 Februari 2007http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0702/05/humaniora/3277985.htm
.

Tidak ada komentar: