Selasa, 29 Juli 2008

Ular Tangga Antikorupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia - Wujudkan Indonesia Bebas dari Korupsi
Ayo Bermain Ular Tangga Antikorupsi
[id]Artikel Makalah[/id][en]White Papers[/en]
Posted by: humas
Posted on : 2007/5/28 17:05:17
Tangan kanan gadis berkepang dua itu asyik mengocok dadu dalam gelas plastik. Sejurus kemudian
dadu digulingkan di atas lembaran kertas dan keluar nomor 5. Sekeping uang logam yang semula
ada di petak angka 83 digeser lima langkah sesuai dengan nomor dadu yang keluar. Artinya, uang
logam milik gadis tadi digerakkan sampai di petak angka 88, yang bertuliskan "mencontek contoh
nyata perbuatan korupsi".
Nasib gadis itu sedang apes karena petak angka 88 ditandai dengan gambar ekor ular yang
tubuhnya menjuntai ke bawah dan kepala si ular menunjuk petak angka 13. Mau tidak mau uang
logam gadis berkepang dua itu harus merosot dan sekarang ada di petak angka 13.
"Makanya jangan suka nyontek, yang jujur dan rajin belajar aja," ledek teman satu permainan.
"Eh kalau ngomong jangan sembarangan, ya, saya enggak pernah nyontek," balas gadis itu tak
kalah sengit.
Sekelumit permainan ular tangga di atas di SMP Keluarga di Kudus, Jawa Tengah, dinamakan ular
tangga anti-korupsi (UTAK). Embel-embel anti-korupsi muncul karena permainan tersebut tumbuh
dan berkembang di tengah-tengah pembelajaran pendidikan antikorupsi. Di SMP Keluarga Kudus,
pembelajaran pendidikan antikorupsi diberikan satu jam pelajaran per minggu sejak 19 Desember
2005.
Antara ular tangga biasa dan UTAK hakikatnya adalah sebuah permainan yang disukai anak- anak.
Namun, ada satu ciri khusus yang membedakan di antara dua permainan tersebut. UTAK
merupakan modifikasi ular tangga "biasa" dan kemudian digunakan menjadi semacam media
pembelajaran penanaman konsep pemahaman korupsi sejak usia dini.
Selain UTAK, pemahaman konsep korupsi juga dikembangkan melalui permainan gobag sodor.
Sebagai bentuk praktik keseharian menolak segala bentuk korupsi, melalui pengembangan nilai-nilai
kejujuran dikembangkan lewat konsep toko kejujuran dan pemilihan ketua OSIS gaya baru layaknya
pemilu pada umumnya. Beragam kegiatan tersebut tetap mengacu pada keinginan untuk mendidik
anak sesuai dengan harkat dan martabat yang dimilikinya.
Nilai kejujuran
Intinya, anak-anak disadarkan bahwa korupsi tidak melulu berhubungan dengan kerugian uang
negara. Korupsi bisa tumbuh di mana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, sejak usia dini anak
diberi pengertian tentang nilai- nilai kejujuran yang mudah mereka temukan sendiri di lingkungan
sekolah. Contoh konkret perilaku tidak jujur seperti mecontek, tidak mengerjakan pekerjaan rumah
(PR), ngemplang alias tak mau bayar di kantin sekolah, dan menilep uang SPP.
Mengingat usia anak setingkat SMP belum mampu menyerap pasal-pasal antikorupsi yang begitu
http://www.kpk.go.id 2008/7/30 12:18:47 - 1
njlimet, permainan UTAK khususnya mampu menjembatani kesenjangan pemberian materi
antikorupsi. Berdasarkan pengalaman selama ini, anak- anak akan "menolak" pemberian materi
pembelajaran pendidikan antikorupsi yang berkisar seputar pasal dan hukum belaka.
Permainan UTAK mudah dibuat dan sebaiknya melibatkan semua unsur dalam satu kelas. Untuk
memudahkan kerja anak, satu kelas bisa dibagi menjadi lima atau enam kelompok regu kerja,
tergantung dari banyaknya murid. Sebagai langkah awal, setiap regu diberi tugas membuat satu
UTAK. Untuk memudahkan proses pembuatan, guru bisa membawa contoh permainan ular tangga
yang mudah ditemukan di toko-toko buku.
Pada ular tangga biasa ritme permainan bisa dibedakan menjadi dua hal, yaitu tangga berarti
pemain bisa langsung loncat dan ular berarti pemain terpaksa mundur beberapa petak. Biasanya
gambar tangga muncul saat anak-anak mencari layang-layang di atap rumah atau untuk memetik
buah mangga. Adapun gambar ular tampak ketika akan memangsa ayam petani.
Simbol perilaku
Media pembelajaran UTAK merupakan modifikasi permainan ular tangga pada umumnya. Gambar
tangga merupakan simbol perilaku positif dan ular mewakili kehidupan negatif. Setelah mendapat
pengarahan sekadarnya dari guru, anak-anak dibiarkan menerjemahkan sendiri perilaku positif dan
negatif keseharian di atas papan petak ular tangga.
Dari 100 petak permainan UTAK tidak ada batasan berapa banyak tangga dan ular. Kreasi dan
pemahaman akan bermunculan ketika setiap kelompok mulai mencoba mendefinisikan nilai-nilai
kejujuran dan ketidakadilan yang mereka temui sehari-hari. Daya nalar dan pemahaman setiap anak
dan kelompok tentu berbeda. Hal tersebut wajar karena pencarian setiap anak untuk mencari
pencerahan memang beda, bergantung latar belakang kehidupan sosialnya.
Bisa disebut contoh "ular" antara lain bangun kesiangan mengakibatkan sekolah telat, korupsi bisa
dihukum mati dan suka berbohong membuat tidak punya teman. Adapun contoh "tangga" adalah
olahraga membuat badan sehat, berantas korupsi mengakibatkan negara kaya serta aparat jujur
negara makmur.
Supaya anak lebih terkesan, hasil UTAK regu yang satu dimainkan regu lain dan sebaliknya. Akan
tetapi, di permainan UTAK, pemain tidak sekadar mencapai finis lebih dulu untuk jadi pemenang.
Namun, saat anak melewati papan bergambar ular atau tangga perlu memberi perhatian khusus.
Untuk itu, sebaiknya guru disarankan ikut bermain bersama-sama siswa sekaligus bisa
menerangkan nilai-nilai kejujuran yang terangkum di papan UTAK.
Peran orangtua
Khusus untuk anak usia SD, permainan UTAK bisa berkembang baik jika dimainkan bersama antara
anak dan orangtuanya. Melalui permainan sederhana ini orangtua bisa memberi masukan nilai-nilai
kejujuran yang menjadi kunci melawan praktik korupsi. Bagaimanapun, perbuatan melawan hukum
di kemudian hari tentu diawali dari perbuatan curang kecil-kecilan sejak anak berusia dini.
Bahkan, untuk siswa setingkat SMA atau mahasiswa, UTAK bisa dimainkan tentu dengan sejumlah
perubahan. Di mana untuk usia tingkat SMA dan perguruan tinggi (PT) mereka perlu berdiskusi dan
memahami bersama atas apa yang menjadi pesan tertulis di atas papan UTAK.
http://www.kpk.go.id 2008/7/30 12:18:47 - 2
Memang, permainan ular tangga dari SMP Keluarga di Kudus bukan jaminan praktik korupsi di
Tanah Air akan terkikis habis. Bagaimanapun, menyiapkan generasi mendatang yang punya
nilai-nilai kejujuran yang memadai perlu disiapkan sejak usia dini. Tanpa integritas tinggi dan
dilandasi moral kejujuran, benih-benih ketidakjujuran dan ketidakadilan akan terus berkembang di
kemudian hari.
Sekolah tak punya daya tangkal melawan praktik korupsi. Namun, di tengah karut-marutnya
pendidikan nasional, sekolah punya kewajiban moral menjunjung nilai-nilai kejujuran. Dan, ternyata
nilai-nilai kejujuran bisa dicoba dan dipraktikkan dalam keseharian. Siapa mau mencoba?
M Basuki Sugita Pendidik; Pemrakarsa Pendidikan Antikorupsi di Sekolah; Tinggal di Desa Kaliputu,
Kudus, Jawa Tengah
Sumber: Kompas, 19 Mei 2007
http://www.kpk.go.id 2008/7/30 12:18:47 - 3

Tidak ada komentar: