Selasa, 29 Juli 2008

Warung kejujuran

Suara Merdeka Nasional
Jumat, 09 Februari 2007
Pendidikan Antikorupsi Belajar dan Praktik Senyatanya
SEORANG murid berseragam putih-biru tampak mengambil wafer dari wadahnya. Setelah itu dia meletakkan uang kertas senilai Rp 1.000 di kardus yang digunakan untuk menyimpan uang. Tidak hanya meletakkan, dia juga terlihat mengambil kepingan logam uang senilai Rp 300 dari kotak itu. Lantas murid itupun berlenggang meninggalkan tempat sambil menikmati wafer. Begitulah kurang lebih aktivitas yang terlihat di Toko Kejujuran. Sebuah toko yang bisa dibilang mempunyai konsep "postswalayan". Di situ setiap murid tidak hanya bisa memilih sendiri barang yang ingin dia beli seperti di swalayan, tetapi mereka juga sekaligus melakukan transaksi sendiri. "Cara membayar barang yang dibeli cukup dengan meletakkan uang di kotak uang. Kalau memang masih ada sisa, mereka dipersilakan untuk mengambil sendiri kembaliannya," jelas Kepala SMP Keluarga M Basuki Sugitha. Ya, Toko Kejujuran memang hanya ada di SMP yang terletak di Desa Kaliputu Kecamatan Kota Kudus itu. Toko tersebut merupakan praktik dari pendidikan antikorupsi yang telah diterapkan sekolah tersebut sejak 19 Desember 2005. Melalui toko itu, para siswa diharapkan bisa belajar untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Dalam keseharian di kelas, mata pelajaran antikorupsi diajarkan setiap hari Kamis. "Satu jam terakhir hari itu, setiap kelas diisi dengan mata pelajaran antikorupsi yang diajarkan oleh wali kelas masing-masing," ujar Basuki. Namun, Basuki juga mempunyai jurus ampuh agar para siswa tidak bosan. Selain menggunakan buku antikorupsi yang menarik dan interaktif, SMP Keluarga sesekali mengundang tokoh-tokoh untuk berbicara di depan para siswa. Beberapa orang yang sudah pernah menjadi guru antikorupsi yakni Bupati Kudus Ir HM Tamzil MT serta Direktur Pelayanan Pendidikan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko S Tjiptadi.(Adhitia Armitrianto-41)

Tidak ada komentar: