Selasa, 29 Juli 2008

Seminar

Kompas, 5 Nopember 2007

Pemberantasan Korupsi

Pendidikan Pegang Peran Strategis

Solo, Kompas - Gerakan melawan korupsi bisa berjalan efektif jika dikembangkan melalui pembelajaran di sekolah-sekolah. Gerakan antikorupsi di sekolah menghindari pelajaran pasal-pasal hukum belaka, namun lebih dititikberatkan mengajarkan kejujuran dalam aspek keseharian.
Kejujuran bisa dipraktikkan pada pembelajaran keseharian tanpa mengurangi kualitas akademis pendidikan itu sendiri. Dengan demikian, pendidikan memegang peranan strategis melawan korupsi yang makin marak di Tanah Air.
Hal tersebut mencuat pada seminar Kolese Sekolah Menengah Kejuruan Santo Mikael Surakarta dan Kolese Sekolah Menengah Kejuruan Pendidikan Industri Kayu Atas (PIKA) Semarang selama empat hari Kamis-Minggu (4/11) di panti semadi Wisma INRI, Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah. Seminar itu dimaksudkan untuk mencari masukan pembelajaran Paradigma Pendidikan Ignasian (PPI) yang digunakan kedua lembaga pendidikan Katolik tersebut.
Seminar yang dihadiri para guru Santo Mikael dan PIKA selain menghadirkan pembicara intern juga mengundang J Subagyo SJ dari Yayasan Kanisius Semarang serta M Basuki Sugita dari SMP Keluarga di Kudus dan B Siswanto dari SMP Raden Patah Semarang. Yayasan Kanisius Semarang saat ini tengah mengembangkan pembelajaran Paradigma Pendidikan Refleksif (PPR) yang menekankan aspek humanis dalam pembelajaran keseharian.
Menurut Subagyo, saat ini ada empat masalah bangsa, yakni korupsi, kekerasan, perusakan lingkungan hidup, serta kerusakan keadaban publik. "Sesuai analisis nota pastoral 03-06, keempat masalah tersebut menghambat perkembangan bangsa. Oleh sebab itu, arah pendidikan seharusnya juga digiring untuk melawan keempat masalah bangsa. Dalam hal ini sekolah tidak perlu menambah kurikulum baru dan jam pelajaran tambahan. Namun, dibutuhkan perubahan pola pikir para guru. Hal itu tidak mudah dilakukan, namun harus dimulai kalau tidak mau bangsa ini makin terpuruk," ujar Subagyo.
PPR yang menekankan aspek humanis pembelajaran menggiring para siswa meningkatkan rasa persaudaraan dan kebersamaan. Rasa persaudaraan yang muncul—selain mendidik anak menghindari kekerasan—juga menjadi kunci keberhasilan siswa menempuh pendidikan. Siswa disadarkan pelajaran sekolah tidak melulu mencari keberhasilan aspek akademis belaka.
"Untuk apa siswa cerdas kalau nantinya ikut praktik korupsi yang ujungnya merugikan kepentingan bersama," tambah Subagyo.
Praktik keseharian melawan korupsi seperti dilakukan SMP Keluarga di Kudus diwujudkan dalam Pendidikan Antikorupsi (PAK). Dalam PAK para siswa dididik meningkatkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, membuka warung kejujuran dan telepon kejujuran.
"Beri kepercayaan kepada anak untuk selalu bersikap jujur. Warung kejujuran bisa bangkrut kalau anak mengambil barang tanpa membayar. Anak diberi refleksi hal itu tengah terjadi di negara kita," ujar Basuki. (pom)

Tidak ada komentar: